Halaman Muka

Sabtu, 28 Juli 2012

Nikmatilah Stres


Stres tinggi dikenal sebagai biang segala penyakit, namun stres tidak semuanya buruk. Stres tetap dibutuhkan dalam kadar yang tepat untuk dapat merangsang sistem otak. Jarang terkena stres juga dapat berdampak buruk bagi kesehatan. 

Kehidupan yang bebas dari stres sering dianggap sangat membahagiakan dan menyehatkan. Tapi nyatanya stres juga bisa menyehatkan otak. Maka itu nikmatilah beberapa stres yang muncul agar terhindari dari bahaya kesehatan.

Menurut penelitian terbaru seperti dilansir Time, Sabtu (24/12/2011), orang yang paling bahagia dan sehat adalah orang yang memiliki setidaknya beberapa paparan stres dan pengalaman negatif.

Hidup Bahagia & Sukses Berkarir

Upload from Facebook
by dr Said Baraba,SpD
Dalam kehidupan sehari-hari, sering Kita melihat beberapa orang yang terlihat "sukses dan bahagia" menurut kaca mata kebanyakan orang. Namun, apakah benar mereka bahagia ? Seorang kawan yang memiliki beberapa bidang usaha terlihat sukses menurut pandangan orang awam termasuk Saya. Namun ia merasakan ada sesuatu yang kurang dalam hidupnya. Komunikasi yang intens dan intim dengan istri dan anaknya sangat terbatas karena hampir setiap hari ia bekerja dari pagi sampai larut malam selama 7 hari dalam seminggu. Dia sangat merasa bersalah dan sedih karena tidak dapat merasakan "kebahagiaan" dalam membina keluarga. Dia tidak dapat merasakan "nikmatnya" mengantarkan dan membesarkan anak-anaknya. Dia pergi dari rumah ketika anak masih tertidur dan pulang ketika isi rumah telah terlelap dalam mimpi. 

New Evidence That Green Tea May Help Fight Glaucoma and Other Eye Diseases

iStockphoto By Lilli Day

Scientists have confirmed that the healthful substances found in green tea -- renowned for their powerful antioxidant and disease-fighting properties -- do penetrate into tissues of the eye. Their new report, the first documenting how the lens, retina, and other eye tissues absorb these substances, raises the possibility that green tea may protect against glaucoma and other common eye diseases.

Bumi Telah Dirancang Dengan Sempurna

Salah satu temuan mutakhir di dunia sains yang menjadi buah bibir di kalangan ilmuan adalah apa yang disebut prinsip antropis. Prinsip ini mengungkapkan bahwa setiap detail yang terdapat di alam semesta telah dirancang dengan ketepatan yang sempurna untuk memungkinkan manusia hidup. Contoh kecil dari prinsip antropis ini dapat kita temukan pada fakta-fakta yang berkaitan dengan keberadaan bumi. 

Dalam hal ini, seorang astronom Amerika Hugh Ross dalam bukunya yang berjudul The Fingerprint of God, Recent Scientific Discoveries Reveal the Unmistakable Identitiy of the creator telah membuat daftarnya sendiri sebagai berikut.

Sang Waktu : 9 September 2008

Sembilan September, empat tahun yang lalu...

Almarhum bersama keluarga dalam sebuah acara
family gathering di Linggarjati,
Kab. Kuningan, Jawa Barat
Pada hari Senin 9 September 2008 (di Bulan Ramadhan 1429 H) pukul 14.15 wib, penulis mendapat berita duka atas wafatnya seorang rekan kerja dan sahabat, Teddy Juniardi namanya. Almarhum meninggal karena kecelakaan lalu lintas yang terjadi di jalan raya Cirebon-Kuningan, tepatnya di desa Beber Kabupaten Cirebon.

Teddy Juniardi lahir di Kuningan Jawa Barat tanggal 22 Juni 1973. Almarhum wafat ketika sedang dalam perjalanan menunaikan kewajibannya sebagai karyawan sebuah perusahaan farmasi. 

Fair Play

Fairness can be more rewarding than money.



Recently, while finishing up delivering a talk in Silicon Valley, I found myself struck by a deep sense of dread. I hadn't brought enough copies of hand out materials for the unexpectedly large group. This meant that at any moment a small mob of otherwise friendly people might turn against me, driven to expressing mild rage from a sense of unfairness. It was enough to put me on edge for some time until I labeled what was going on.

Fairness is the fifth and final domain of threat or reward I have written up in a series of posts, the others being StatusCertaintyAutonomy and Relatedness. These five ideas together make up the 'SCARF' model that has become a popular way of thinking about what happens in the brain during social situations. In later posts I will go further into the implications of the whole model, and how it relates to management, creating change, bringing up kids and other issues.

Cara Meningkatkan Kecerdasan Emosi

Selama bertahun-tahun Kecerdasan Intelegensi (IQ) telah diyakini menjadi ukuran standar kecerdasan, namun sejalan dengan tantangan dan suasana kehidupan modern yang serba kompleks, ukuran standar IQ ini memicu perdebatan sengit dan sekaligus menggairahkan di kalangan akademisi, pendidik, praktisi bisnis dan bahkan publik awam, terutama apabila dihubungkan dengan tingkat kesuksesan atau prestasi hidup seseorang.

Kecerdasan emosional mencakup pengendalian diri, semangat, dan ketekunan, serta kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustrasi, kesanggupan untuk mengendalikan dorongan hati dan emosi, tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stress tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, untuk membaca perasaan terdalam orang lain (empati) dan berdoa, untuk memelihara hubungan dengan sebaik-baiknya, kemampuan untuk menyelesaikan konflik, serta untuk memimpin diri dan lingkungan sekitarnya. Orang-orang yang dikuasai dorongan hati yang kurang memiliki kendali diri, menderita kekurang mampuan pengendalian moral.

Stop Thinking and Take Action

By Al Falaq Arsendatama

Banyak diantara kita yang punya “hobby” belajar tapi rasanya kok hidup belum menunjukan perubahan berarti. Berapa banyak buku yang sudah Anda baca, berapa kali sudah Anda pergi ke seminar, berapa kali Anda diminta untuk segera take action tapi sampai detik ini Anda masih belum bergerak. 

"The possibilities are numerous once we decide to act and not react." (George Bernard Shaw) Menurut beliau, begitu kita berhenti berpikir dan segera bertindak kita membuka diri terhadap kesempatan yang jumlahnya banyak sekali, bahkan melebihi dugaan kita. Namun problemnya adalah seakan-akan kita tidak punya alasan yang cukup kuat kenapa kita harus mengambil tindakan. 

Sabtu, 21 Juli 2012

What's in a Name?

by Sam Sommers
What your name says about you


“Your first name’s white, your second is Hispanic, and your third belongs to a black.  No wonder you don’t know who you are.”  So reads an article in this week’s Sports Illustrated, quoting a former teammate talking to baseball Hall of Famer Reginald Martinez Jackson. Or Reggie Jackson as you probably know him. 

Names matter. Whenever we hear one, we draw a wide range of assumptions about the individual person (or item) in question. Just ask the fish merchant whose stroke of naming genius turned the undesirable Patagonian toothfish into the haute cuisine Chilean sea bass. Think about the debate surrounding which is the more appropriate terminology, “illegal immigrant” versus “undocumented worker.”

Burung Pun Punya Rasa dan Punya Hati

"...Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dalam pergantian siang dan malam ada tanda-tanda bagi manusia yang berakal...". Tuhan menciptakan alam semesta beserta isinya ini dengan sempurna dan selalu berpasang-pasangan. Setiap pasangan dari masing-masing ciptaanNya yang berupa makhluk hidup pasti ada ikatan "spirit and soul" satu sama lain. Di sana ada ikatan hati diantara keduanya. Tak terkecuali bagi binatang. 

Inspirasi pagi ini diambil dari sekelumit lembaran perjalanan hidup sepasang burung di Ukrania, dimana sang betina mengalami luka parah karena tertabrak mobil di jalan raya. Mari Kita simak beberapa foto berikut, dan biarkan foto tersebut "berbicara" tentang "hati" dan "cinta" diantara mereka....

Cara Mengatasi Kesepian


Biasanya bagi yang bekerja di dunia sales dan marketing, penempatan tugas di luar kota dan jauh dari rumah adalah hal yang biasa terjadi. Demikian juga bagi para rekan-rekan dari dunia militer, penugasan  di luar kota atau bahkan di luar pulau adalah suatu hal yang lumrah. Jauh dari rumah dan jauh dari keluarga, bagi mereka dianggap sebagai konsekwensi logis atas pekerjaan yang dipilih untuk dijalaninya.

Meski di sadari bahwa semua hal tersebut di atas adalah suatu hal yang lumrah terjadi, terkadang individu yang menjalaninya mengalami perasaan kesendirian yang sunyi dan sepi. Kata orang, kesepian itu bisa membunuh. Seseorang bisa saja memiliki banyak teman dan keluarga, tetapi jauh di dalam hatinya ia tetap merasa sendiri. Penyebabnya, karena merasa tidak dimengerti, tidak didengarkan, atau merasa berbeda dari orang lain. Semakin seseorang memikirkan kebahagiaan, rasa kesepian itu pun semakin mendera. Sampai akhirnya ia tak lagi sanggup menghadapi kesendiriannya, dan akhirnya "mati".

Sebab Utama Stres

Dalam keseharian di dunia kerja terkadang Kita melihat (atau mengalami sendiri) seseorang yang pagi-pagi di kantor sudah terasa "gerah". Bagi yang melihat, suasana yang "gerah" tersebut membuat kondisi menjadi tidak nyaman untuk semua pihak disekitarnya.

Seorang teman juga sempat berkeluh kesah, bahwa atasannya yang nun jauh di sana ( di kantor pusat) bila berkomunikasi untuk konsultasi di pagi hari via telpon selalu "bernada" cukup tinggi.  Dia bilang : "... aneh juga nich si Boss yang atu ini, ndak pagi.. ndak siang.. ndak sore nadanya bila telepon selalu "tinggi".." Saya sempat memberikan sedikit masukan agar bila telepon setelah makan siang atau coffee break di sore hari. Namun ternyata semua sama saja, begitu kata teman Saya tersebut di atas.

Are You a High-Potential Professional?

 by Ronald E. Riggio, Ph.D
4 qualities of the best professionals and employees


Organizations put a great deal of energy and effort into identifying "high-potential" employees--those who will excel at their jobs and in their careers. High-potential employees are highly motivated, productive, and go beyond the basic requirements of their jobs. Professionals--doctors, lawyers, accountants, psychologists--can also be identified as "high potentials."


The Ultimate Guide to Body Language


We spend our lives learning how to decode other people's nonverbal cues.  While we’re busy trying to decode their messages, they are also trying to decode ours.  There are times when you want other people to know exactly how you’re feeling, especially when those feelings are both positive and reciprocated.  This isn’t always easy to do, especially if you’re not a particularly emotive type of person. At other times, however, you definitely want to hide your inner feelings. To avoid emotional leakage, you may have to work doubly hard. Depending on the situation, you may need to put on your Lady Gaga-style poker face.

Body language is, just that, the language of the body. You may think that you only show your emotions through your face, but that is- quite literally- only the tip of the iceberg. Your entire body participates in the business of either showing or hiding your mental state. To control that display means you have to control your body's unconscious cues.  This guide will show you how, starting from the top down. By the time you’re done, you’ll have a much greater understanding of the role that even the seemingly most insignificant bodily gesture can provide key signals of your emotions.

A Team Player

Working well with others is key for nearly every job. Squashing your emotions in the office may be a mistake, especially in today's diverse, twenty-first century workplaces. Do you play well with others? If you're a part of the working world, playing well with others means being a member of a team. It's a key part of nearly every job description. 

At the very least, it means that you can get along in the workplace—that you have the social skills to have open, productive relationships with other workers so that collectively you can all get done what you need to get done, whether it's writing a research report, inventing a fresh sales presentation or just keeping a company running day to day.

Hidup Sendiri Itu Lebih Tertekan


Peneliti menemukan orang-orang yang hidup sendirian membeli 80 persen lebih banyak obat antidepresan. Hidup sendiri dikaitkan dengan adanya perasaan terisolasi dan kurangnya integrasi sosial serta kepercayaan, yang menjadi faktor risiko kesehatan mental.

Dr Laura Pulkki-Raback yang memimpin penelitian di Finnish Institute of Occupational Health Finlandia menemukan risiko yang sebenarnya dari masalah kesehatan mental pada orang-orang yang hidup sendiri bisa jadi jauh lebih tinggi.

Senin, 16 Juli 2012

The Zodiak and Performance, Part III

Tulisan terakhir dari Tiga Bagian


Ulasan kali ini adalah tulisan terakhir tentang zodiak dan performance seseorang dalam dunia kerjanya. Bagi yang belum melihat dua tulisan sebelumnya, dapat dilihat pada bagian terakhir dari ulasan ini. Memang ada perdebatan yang cukup intens tentang zodiak yang digunakan untuk mendeskripsikan seseorang individu. Bagi yang menentangnya, terkadang menambahkan data tentang banyaknya ramalan bintang atas dasar zodiak dibeberapa media on line, koran, majalah dan tabloid.

Perlu diketahui bahwa Saya "sama sekali tidak mempercayai" tentang ramalan bintang seperti tersebut di atas. Bagi Saya, adalah hal cukup "aneh" dan tidak rasional adanya sebuah ramalan yang dapat meramalkan keadaan yang belum terjadi termasuk kondisi keuangan, asmara, karier dan lain sebagainya. 

Lalu, bagaimana dengan tulisan yang sedang dibaca ini ?
Tulisan ini tidaklah meramalkan seseorang, namun mendeskripsikan seseorang atas dasar zodiaknya. Pendeskripsian ini sama saja dengan penggolongan sifat individu atas dasar golongan darah atau atas dasar 4 tipe kepribadian (sanginis, korelis dll). 

Dalam sehari-hari, mungkin tanpa Kita sadari, Kita sering memetakan / mendeskripsikan seseorang atas dasar sesuatu hal. Misalnya : Seseorang yang dibesarkan di kota besar akan cendrung lebih PeDe, ekstrovert dan "agresif" dari pada yang dibesarkan di kota kecil. Bisa juga latar belakang pendidikan, seseorang yang berlatar belakang akunting akan lebih cermat dan teliti bila dibandingkan dengan yang berlatar belakang sosial politik (sospol). Dan masih banyak lagi contohnya dalam kehidupan sehari-hari.

Ways to Work Smarter, Not Harder

by Ronald E. Riggio, Ph.D

No matter how hard we work, it seems like there is never enough time (or energy) to get all the important work tasks done. Rather than worker longer and longer hours, consider working more strategically - smarter, not harder.

Here are some ways to work smarter:
Have a Plan. 
Just like every organization needs a business plan, an efficient worker needs a work plan - a well-thought-out scheme to help guide and direct work activities. Schedule your tasks throughout the days, weeks, and months, but do it ahead of time.

Set Goals. 
As a part of your work plan, you should set concrete and measurable goals. Goals should specify which tasks are to be completed and a time frame for completing them. Rather than setting firm deadlines, which can lead to pressure and stress, allow a period of time to reach goals (For example, while an ideal date for finishing a report might be August 1st, you might set August 5th as a "realistic" completion date, and August 10th as your "dropdead" deadline.). Also, take time to reward yourself for goal attainment.

Ikan dan Air

Inspirasi


Suatu hari seorang ayah dan anaknya sedang duduk berbincang-bincang di tepi sungai. Sang Ayah berkata kepada anaknya, “Lihatlah anakku, air begitu penting dalam kehidupan ini, tanpa air kita semua akan mati.” 
 
Pada saat yang bersamaan, seekor ikan kecil mendengar percakapan itu dari bawah permukaan air, ikan kecil itu mendadak gelisah dan ingin tahu apakah air itu, yang katanya begitu penting dalam kehidupan ini. Ikan kecil itu berenang dari hulu sampai ke hilir sungai sambil bertanya kepada setiap ikan yang ditemuinya, “Hai tahukah kamu dimana tempat air berada? Aku telah mendengar percakapan manusia bahwa tanpa air kehidupan akan mati.”

Knowing Me, Myself And I

How well do you know yourself? It's a question many of us struggle with, as we try to figure out how close we are to who we actually want to be. In a new report in Perspectives on Psychological Science, psychologist Timothy D. Wilson from the University of Virginia describes theories behind self-knowledge (that is, how people form beliefs about themselves), cites challenges psychologists encounter while studying it, and offers ways we can get to know ourselves a little better.

The study of self-knowledge has tended to focus on how accurate we are at determining our own internal states, such as our emotions, personality, and attitudes. However, Wilson notes that self-knowledge can be broadened to include memory, like recalling how we felt in the past, and prospection, predicting how we will feel in the future. Knowing who we were and who we will be are as important to self-knowledge as knowing who we are in the present. And while a number of researchers are conducting studies that are applicable to those various facets of self-knowledge, Wilson observes that there is not much communication between them, one reason this field is challenging to investigate.

Green Tea Could Modify the Effect of Cigarette Smoking On Lung Cancer Risk

Drinking green tea could modulate the effect of smoking on lung cancer.


"Lung cancer is the leading cause of all cancer deaths in Taiwan," said I-Hsin Lin, M.S., a student at Chung Shan Medical University in Taiwan. "Tea, particularly green tea, has received a great deal of attention because tea polyphenols are strong antioxidants, and tea preparations have shown inhibitory activity against tumorigenesis."

However, previous studies of green tea have been inhibited by the flaws of the epidemiologic model with its inherent biases. Lin and colleagues enrolled 170 patients with lung cancer and 340 healthy patients as controls. The researchers administered questionnaires to obtain demographic characteristics, cigarette smoking habits, green tea consumption, dietary intake of fruits and vegetables, cooking practices and family history of lung cancer. They also performed genotyping on insulin-like growth factors as polymorphisms on the following insulin-like growth factors: IGF1, IGF2 and IGFBP3, which have all been reported to be associated with cancer risk.

Rahasia Karyawan Bahagia

Melalui beberapa pengamatan dan analisis, ditemukan ada beberapa kebiasaan orang yang merasa bahagia, terlepas apakah mereka masih mencari pekerjaan impian maupun sudah menemukannya. Ini enam diantaranya, seperti dikutip dari Oprah.com.

Jangan abaikan cuti 
Studi menunjukkan bahwa waktu cuti dapat mengurangi stres berkaitan dengan pekerjaan, mengurangi risiko depresi, dan meningkatkan percaya diri. Tidak heran, di Denmark, majikan wajib memberi 5-6 minggu cuti bagi karyawan setiap tahun. Itulah sebabnya negara ini menjadi negara yang paling membahagiakan di muka bumi. 

Jangan pernah mengabaikan cuti, meskipun Anda tak dapat menghabiskan cuti dengan liburan ke tempat eksotis yang membutuhkan biaya mahal. Sebuah liburan singkat dapat menjadi jeda yang menyegarkan. Kedua, berapapun jatah cuti yang Anda terima dari kantor, Anda dapat menggunakannya untuk beberapa kali liburan pendek. Tujuannya agar menyeimbangkan kebahagiaan, bukan lamanya liburan.

Jumat, 13 Juli 2012

Stres Sebabkan Otak Menyusut

Dewasa ini dunia berjalan sangat cepat.  Keadaan itu secara tidak langsung merubah perilaku manusia yang menjalaninya. Kita merasakan bahwa tuntutan dan tekanan dalam hidup semakin bertambah. Saat dihadapkan pada masalah (tekanan dan tuntutan dalam hidup) biasanya Kita berusaha sekuat tenaga mencari solusi untuk memecahkan masalah tersebut. 

Terkait dengan upaya penyelesaian masalah, tuntutan dan tekanan tersebut yang biasanya diikuti dengan tengat waktu / dead line atau target yang harus dicapai. Di sinilah biasanya stres mulai muncul pada seseorang. Stres dapat datang dengan tidak memandang usia, latar belakang sosial dan lingkungan. Dengan kata lain stres dapat menghampiri siapapun.


Why Are People So Unhappy at Work?

by Ronald E. Riggio, Ph.D

It was recently announced that a Harvard study showed that workers' happiness at work was at an all-time low of 45%. What are the causes?

Job Security. With near-record unemployment rates, and dwindling pensions, lack of job security is certainly one factor. A generation ago, workers could expect some level of security, and 25, 30, and even 40 years with the same employer was common. Today, workers feel little security that they will be with their employee next month, let alone next year.

Kisah Seseorang yang Ditolak Bekerja di Microsoft


Inspirasi

Seorang laki-laki pengangguran melamar posisi sebagai 'office boy' di Microsoft. HRD Manager mewawancarainya, kemudian melihatnya untuk membersihkan lantai sebagai ujian.

"Anda diterima bekerja. Berikan alamat e-mail Anda dan saya akan mengirimkan aplikasi untuk diisi, juga tanggal ketika Anda dapat mulai bekerja," kata HRD Manager.

A Day In The Life Of A Pharmaceutical Sales Representative

So you always wanted to know what it's like being a pharmaceutical or medical representative. Or perhaps you were wondering exactly what does pharmaceutical sales representative do? besides riding around to visit ten to twelve doctors a day and sitting in their offices donning a fancy suit with an oversized carry bag. Besides having this image embedded in your thoughts right now, you may also have somewhat of an idea; that pharma reps, as we are also sometimes called, sell or market drugs legally to physician's and other practitioners that are licensed to prescribe drug products. If you guessed this, than you may be partially correct. 

No Free for Lunch

By

Ngimpi namanya jika kita mengharapkan segala sesuatunya bisa diperoleh secara gratis. Harus ada usaha untuk segala sesuatu yang kita inginkan. Memang, setiap orang mempunyai keinginan yang berbeda-beda. Namun semua orang memiliki keinginan yang sama, yaitu; dibayar setinggi-tingginya. Dalam konteks dunia kerja, kita mengharapkan manfaat dan kompensasi alias gaji yang tinggi. Faktanya, banyak orang yang mengajukan tuntutan yang berlebihan. Atau sebaliknya, banyak perusahaan yang mengabaikan kewajiban untuk memberi imbalan sepadan kepada para karyawan. Padahal, ada nilai-nilai kepantasan yang harus sama-sama kita tegakkan. Karena hubungan kerja dibangun dalam azas kesetaraan.


Kamis, 12 Juli 2012

No Standard for the Placebo?

Photo by : iStockphoto

Much of medicine is based on what is considered the strongest possible evidence: The placebo-controlled trial. A paper published in the October 19 issue of Annals of Internal Medicine -- entitled "What's In Placebos: Who Knows?" calls into question this foundation upon which much of medicine rests, by showing that there is no standard behind the standard -- no standard for the placebo.


The thinking behind relying on placebo-controlled trials is this: to be sure a treatment itself is effective, one needs to compare people whose only difference is whether or not they are taking the drug. Both groups should equally think they are on the drug -- to protect against effects of factors like expectation. So study participants are allocated "randomly" to the drug or a "placebo" -- a pill that might be mistaken for the active drug but is inert.

Selasa, 10 Juli 2012

Diam Dalam Keheningan

Sebagian orang bilang bahwa dunia marketing adalah dunia para "petarung". Para marketer selalu bertarung dalam setiap desah nafas dan pijakan langkah mereka. Salah melangkah / mengambil keputusan maka akibatnya akan kacau dan fatal. Pertarungan mereka tidak saja secara eksternal dalam arti bertarung dengan kompetitor. Namun juga mereka bertarung secara internal institusi mereka dan diri mereka sendiri. Seorang teman bilang, pertarungan berlangsung 24 jam sehari dan tujuh hari dalam satu minggu. Lengah sedikit, "mati" akibatnya dan rada sulit untuk direhabilitasi. Hmmmm... cukup menarik meski sedikit lebay menurut Saya.

Bila dikaji lebih dalam, tingkat stres yang tinggi dapat saja terjadi pada siapa pun saat ini. Di dunia yang berjalan dan berubah dengan cepat saat ini, menuntut setiap individu secara terpaksa atau sukarela untuk mengikutinya dalam setiap perjalanan hidupnya. Keadaan yang demikian seperti tersebut di atas, kiranya perlu adanya upaya “keseimbangan internal ” dari setiap individu manusia untuk “menenangkan diri” dalam menjalani kehidupan.

Scientists Find HIV-Blocking Protein In Monkeys

Scientists at the Dana-Farber Cancer Institute have identified a protein that blocks HIV replication in monkey cells. Humans have a similar protein, although it is not as effective at stopping HIV, say the researchers whose work is published in this week's issue of Nature. The team, headed by Joseph Sodroski, M.D., is supported by the NIH's National Institute of Allergy and Infectious Diseases (NIAID).

"Identification of this HIV-blocking factor opens new avenues for intervening in the early stage of HIV infection, before the virus can gain a toehold," says NIAID Director Anthony S. Fauci, M.D. "The discovery also gives us critical insights about viral uncoating, a little understood step in the viral lifecycle. Basic discoveries like this provide the scientific springboard to future improvements in therapies for HIV disease."


Hidup Diantara Pijakan Setiap langkah

Inspirasi


Alkisah, suatu hari seorang professor diundang untuk berbicara di sebuah basis militer. Setiba di bandara, sang profesor dijemput oleh seorang prajurit muda yang ditugaskan untuk melayani kebutuhannya selama kunjungannya di sana. Setelah berjumpa dan saling memperkenalkan diri, mereka pun menuju ke tempat pengambilan kopor. Sepanjang perjalanan, si prajurit sering menghilang. Banyak hal yang dilakukannya secara spontan. 


Ia membantu seorang wanita tua yang kopornya jatuh dan terbuka. Kemudian mengangkat dua anak kecil agar mereka dapat melihat atraksi yang digelar di hari-hari tertentu di bandara tersebut. Ia juga menolong orang yang tersesat dengan menunjukkan arah yang benar. Setiap kali ia kembali ke sisi sang profesor tampak raut puas dan senyum lebar menghiasi bibirnya.



Broccoli and Other Vegetables Linked With Decreased Risk of Aggressive Prostate Cancer

Eating more cruciferous vegetables like broccoli and cauliflower is associated with a reduced risk of aggressive prostate cancer. Several studies have demonstrated an association between eating vegetables and a reduced risk of prostate cancer, but study results have not been consistent and many have not investigated the association among patients with aggressive prostate cancer.


Virus Stres


Apakah rekan kerja di samping Anda terus menerus mengeluh tentang berbagai hal? Mulai dari beban kerja, politik, atasan, bahkan pacar yang sangat menyebalkan. Hati-hati, bukan hanya telinga yang risih, Anda juga bisa tertular stres. 

Tanpa  Kita  sadari terkadang dan bahkan sering suasana di kantor dapat menyebabkan kondisi diri tertular stres, meski sejak berangkat dari rumah menuju kantor Kita dalam kondisi yang happy dan prima.

Why You and Your Boss Can’t Communicate




Rules for good work relationships

Good communication is the lifeblood of any workplace, and it is the key to relationships at work. Yet communication often breaks down for very simple reasons that we often aren’t even aware of. Here are some rules that will lead to better workplace communication, and a happier work environment. Certain unspoken rules, or “norms,” develop in organizations that serve to stifle communication. For example, the norm in one company may be for employees to engage in impression management and always appear competent. As a result, workers don’t feel comfortable asking for help or for information when they are uncertain about what to do.

Minggu, 08 Juli 2012

Tanda Harus Pindah Kerja

Rata-rata jam kerja pegawai kantoran adalah 8 hingga 9 jam. Artinya, setiap hari, Anda menghabiskan sepertiga hidup Anda di kantor. Sia-sia sekali rasanya jika waktu sebanyak ini dihabiskan dengan mengeluh dan berbagai hal lain yang membuat Anda tak bahagia. Mungkin sudah saatnya Anda mengundurkan diri dan pindah kerja ke perusahaan lain, atau jadi pengusaha?

Jika Anda mengalami 10 hal berikut ini, tandanya Anda memang harus segera mengucap selamat tinggal pada rekan kerja.

1. Anda begitu membenci hari Senin
Merasa sedih saat weekend berakhir dan Senin kembali datang itu hal yang wajar. Tapi jika Anda membayangkan masuk kantor, bekerja, bertemu bos yang rada "bawel", bertemu rekan kerja, dan semua yang akan terjadi hari Senin, lalu Anda merasa muak, takut, bahkan stres, artinya Anda memang tak ingin berada di sana. Mungkin Anda hanya bertahan hanya demi punya pekerjaan? Tapi untuk apa menyiksa diri dan menghabiskan sepertiga hidup Anda di tempat yang Anda benci, sementara banyak orang lainnya yang menikmati pekerjaan mereka?


Sabtu, 07 Juli 2012

When You're Smarter Than Your Boss

By Judith Sills, Ph.D
The really wise worker knows how to make the boss look good and lend a hand strategically.


Smarty Smarty had a party. Nobody came but Mr. Smarty
Hey, Mr. Smarty. It's one thing to feel you are brighter than your boss. It's quite another to be wise enough to make that talent work for you. If you are, in fact, brainier than the person you work for—and let's face it, this does happen—you have two problems: maintaining your alliance with your boss, of course. And you yourself. The boss problem is obvious. Hardly any relationships are improved when one person lets the other know that he's not as smart. Your tricky task is to showcase your intellectual strengths as a comfort to your boss rather than allow yourself to become a threat. That's doable. You can pull it off, however, only if you are able to overcome your other problem, namely, yourself. How do you stop seeing your boss through your Mr. Smarty eyes and start observing his weaknesses and strengths clearly? You see, Mr. Smarty distorts and leaks. He can't be trusted.


Apakah Kita Kehilangan Passion Dalam Bekerja?

By Hendrik Ronald


Beberapa hari yang lalu, guru saya, Pak Tung Desem Waringin, mengirimkan 1 buah email yang sangat ‘menghibur’. Saat itu beliau naik salah satu maskapai penerbangan di Amerika. Ternyata budaya dan passion untuk service di perusahaan itu memang sudah langka. Mereka menghidangkan makanan dengan cara dilempar. Beliau sampai berteriak menggoda, “Please, don’t kill me”.

Ini sangat kontras dengan saat saya naik salah satu pesawat di China. Di sana saya diberikan 1 lembar form kritik dan saran. Karena memang saya orangnya blak-blakan, maka di beberapa item saya berikan penilaian kurang baik. Saya sangat kaget ketika salah satu pramugara yang masih sangat muda datang ke kursi saya. Dia menghampiri sambil membawa kertas form saya.


Vegetables That Prevent May Ultimately Cure Some Cancers

Brocoli, photo by Kathleen Phillips
Broccoli, cabbage, turnips and mustard greens. A dose a day keeps most cancers away. But for those who develop cancer, the same vegetables may ultimately produce the cure. Research at the Texas Agricultural Experiment Station has led to a patent for a new use for derivatives of DIM, or diindolylmethane, a natural compound derived from certain vegetables, to treat cancer.


Jalan Ditempat

By

Selain makna sebenarnya, frase “jalan ditempat” juga mempunyai makna kiasan. Ketika bisnis kita tidak kunjung berkembang, karir kita tidak naik-naik, atau kehidupan kita tidak juga membaik; kita menyebutnya ‘jalan ditempat’ atau ‘stagnan’. Masalahnya, setiap aspek kehidupan kita tidak selamanya berada dalam ‘mode maju’. Kadang kita harus memasuki masa-masa jalan ditempat itu. Faktanya, ‘jalan ditempat’ itu adalah salah satu bagian dari siklus kehidupan yang mesti kita jalani. Tidak peduli sudah sebaik apa usaha yang kita lakukan, kita belum juga bisa beranjak dari tempat dimana kita memulai. Tidak jarang hal itu menciutkan hati dan melemahkan motivasi kita. Tetapi, benarkah kita tidak bisa berbuat apa-apa saat memasuki periode jalan ditempat?

New Technique Identifies M. Tuberculosis Genes

For most of this century, tuberculosis, or TB, has not been considered a major disease in the United States. In the late '80s, after a century of steady decline, the number of cases of TB in the United States began to increase due to increases in immigrants from countries where TB is prevalent, homeless people in crowded conditions, the elderly and AIDS patients. Although the increase in cases has been reversed in the last several years, more than 18,000 cases of TB were reported in the United States in 1998. Worldwide, TB remains a serious health problem. The World Health Organization has estimated that one-third of the world's population is infected with Mycobacterium tuberculosis, the bacterium that causes TB.

United States researchers have picked up their efforts over the past decade. One, Josephine Clark-Curtiss, Ph.D., research associate professor of biology at Washington University in St. Louis, and her colleagues have recently identified 15 M. tuberculosis genes that are expressed only when the bacteria are growing in the immune system's prime gatekeeper, a disease-fighting cell called a macrophage.


Miracle of Smile

By Supardi Lee

Tersenyum, betapa mudahnya hal ini dilakukan.  Hanya butuh sedetik untuk merubah bentuk bibir menjadi senyum.  Dan hanya butuh tujuh detik mempertahankan sang senyum untuk terlihat sebagai ungkapan ketulusan hati.
Tetapi kenapa hal sederhana ini jarang terlihat?  Wajah-wajah di jalan, di angkutan umum, di kantin, di kantor, bahkan di tempat wisata yang seharusnya menjadi kebun senyum, justru terlihat buram.  Kerutan-kerutan di wajah menunjukkan betapa berat beban yang harus ditanggung wajah-wajah itu.  Banyak wajah yang daerah diantara dua matanya mengkerut.  Menyeramkan dan tampak garang.  Duh... 

Senyum itu sudah hilang dari wajah banyak orang.  Entah kenapa senyum – bahkan tawa – yang selalu cerah menghiasi wajah-wajah itu dari kecil, sirna begitu saja.  Sekarang, bahkan bukan hanya wajah-wajah tua dan dewasa yang telah kehilangan senyum manis.  Wajah para remaja dan anak-anak pun telah ketularan kerutan-kerutan penuh beban itu.

Pharma Sales - An Ultimate Art of Convincing

Pharmaceutical sales is very different from other industries. The industry follows a product distribution chain to reach the actual consumer and a field force to engage medical practitioners who essentially are influencers in this process. The distribution chain links are the depots the stockists and the retailers. The sales team does not wield significant influence in this chain which interacts with the actual consumer of the produce. This line of process seems to be solely engaged in ensuring availability of the produce in the shelf. It is here that the volume is managed and there by the fund flows and profits. 

There are not much efforts taken or need realized for incentivising the retailers as against most marketing processes in many other products. On the other hand the industry goes all out to win the medical practitioners and influence the community to prescribe their produce. Even the over the counter drugs do not seem to have any aisle preferences or high end store level promotions. This manufacturer-to-consumer produce flow model with no effort to win over the actual consumer doesnt seem to exist in any other industry. Interestingly the marketing activity and the field force are all focused on winning over the influencers, the doctors in this case. 


Tips Sederhana Tingkatkan Percaya Diri

Beberapa waktu lalu Saya sempat bertemu dengan seseorang yang selalu terlihat gelisah. Iseng-iseng, Saya tanyakan mengapa dirinya  terlihat tegang dan gelisah. Jawabannya sungguh mengejutkan. Dia merasa tidak "PeDe" (Percaya Diri) dengan penampilannya. Padahal bila diperhatikan, terlihat semuanya oke banget. 

Memang kadang kala, disadari atau tidak, Kita terserang "demam panggung" terutama dalam menghadapi situasi yang spesial / istimewa. Baik berupa acara resmi, acara keluarga atau mungkin juga dalam aktifitas pekerjaan dimana Kita akan bertemu dengan klien baru atau klien lama yang istimewa.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...