Halaman Muka

Senin, 20 April 2015

Tips : Agar Disukai Orang Lain


Siapa sih dari kita yang tidak ingin disukai oleh banyak orang? Setiap individu yang suka bersosialisasi tentunya ingin diterima dan disukai oleh lingkungannya. Karena dengan disukai banyak orang, maka dalam berinteraksi kita akan menjadi semakin enjoy. Tidak ada rasa curiga, tidak ada rasa iri dan dengki serta tidak ada perasaan tidak enak di dalam hati orang-orang yang menyukai kita.

Sebetulnya ada cara yang sederhana agar kita disukai banyak orang. Dalam buku Best Seller "Bagaimana Mencari Kawan dan Mempengaruhi Orang Lain" karya Dale Carnegie disebutkan, untuk membuat orang lain menyukai kita adalah dengan cara "Memperlakukan mereka seperti kita ingin diperlakukan". Meski sederhana namun dalam aplikasinya di kehidupan sehari-hari, cara ini begitu sulit karena membutuhkan pengorbanan untuk melakukannya. Mengapa saya katakan sulit dan membutuhkan pengorbanan? Karena seperti yang pernah saya tulis sebelumnya, bahwa pada dasarnya manusia adalah makhluk egois.

Dalam buku ini juga mengajarkan kepada kita semua melalui sebuah ungkapan bijak, "Jika ingin mendapatkan madu, jangan tendang sarang tawonnya". Maksud dari ungkapan tersebut adalah jika kita ingin mendapatkan respek dan disukai orang lain, maka jangan pernah menyinggung perasaannya. Apalagi sampai menyakiti fisiknya dengan cara memukul, menampar, mencakar, atau dengan jurus apapun yang kita kuasai.

Sikap Dan Kesuksesan


Kebanyakan orang untuk meraih kesuksesannya, cenderung lebih konsen terhadap bidang keahlian yang ingin ditekuninya, namun justru hal yang sebenarnya lebih penting dari itu kadang justru terabaikan. Hal yang lebih utama dari keahlian atau skill yang harus dimiliki setiap orang yang ingin sukses di bidang apapun (sesuai yang diinginkan) adalah SIKAP.

Berdasarkan hasil penelitian para ahli terhadap ribuan orang-orang yang sukses dalam bidang masing-masing, disimpulkan bahwa kemampuan atau keahlian teknis (technical expertise) hanya berperan 15% terhadap kesuksesannya. Sedangkan 85% kesuksesan dari tiap-tiap individu tersebut dipengaruhi oleh sikap. Itulah kenapa banyak dari kita yang sebenaranya memiliki skill atau keahlian teknis yang tinggi, namun tidak mendapat karir yang lebih bagus. Atau jika mau mengembangkan usaha, tidak memperoleh perkembangan yang signifikan.

Menurut Jennie S. Bev, penulis buku "Rahasia Sukses Terbesar", yang juga seorang konsultan, entrepreneur, edukator dan juga merupakan salah seorang warga Indonesia yang sukses di Amerika, beliau mengulas 10 Sikap dan Kepribadian orang sukses (baik dari segi keuangan dan prestasi) yang berdasarkan pada komunikasi dan pergaulannya dengan para billionaire dan beberapa pengusaha sukses lainnya.

Senin, 13 April 2015

Protective Properties of Green Tea Uncovered

Photo by iStockphoto, Katarzyna Krawiec


Regularly drinking green tea could protect the brain against developing Alzheimer's and other forms of dementia, according to latest research by scientists at Newcastle University.

The study, published in the academic journal Phytomedicine, also suggests this ancient Chinese remedy could play a vital role in protecting the body against cancer.

Led by Dr Ed Okello, the Newcastle team wanted to know if the protective properties of green tea -- which have previously been shown to be present in the undigested, freshly brewed form of the drink -- were still active once the tea had been digested.

Digestion is a vital process which provides our bodies with the nutrients we need to survive. But, says Dr Okello, it also means that just because the food we put into our mouths is generally accepted to contain health-boosting properties, we can't assume these compounds will ever be absorbed by the body.

"What was really exciting about this study was that we found when green tea is digested by enzymes in the gut, the resulting chemicals are actually more effective against key triggers of Alzheimer's development than the undigested form of the tea," explains Dr Okello, based in the School of Agriculture, Food and Rural Development at Newcastle University.

10 Life-Threatening Mistakes You Might Make With Your Doctor

by Lissa Rankin, M.D.
What Mistakes Do YOU Make At Your Doctor’s Office?




With our health care system as broken as it is it’s easy for patients – myself included – to fall into the role of victim and blame others when things don’t go our way. But are you doing what you can to optimize the kind of health care you’re getting? As both a physician and a patient, I’ve been on both sides of the exam table, and I’ve learned, from personal experience and from my patients, that the best way to get premium health care is to accept responsibility for your health, behave like a respectful but empowered patient, partner with your health care provider, and be brave enough to play devil’s advocate.

Unfortunately, the stereotype of doctor-as-God has permeated much of our culture, and when many patients get sick, they hand their bodies over to the doctor and wash their hands of the whole messy business of the human body. But let me tell you something.  Nobody knows your body better than you

In order to ensure that you’re doing what you can to advocate for the health of your body and those you love, let’s review the 10 mistakes that can cost you your life, so you can learn the tricks for getting the best health care possible.

Senin, 06 April 2015

Menciptakan Senyum

by Dian L. Izwar


Pada sebuah kunjungan kerja ke sebuah perusahaan, seorang manager bercerita pada saya dengan setengah putus asa. "..Saya sudah melakukan semua cara untuk membuat karyawan memberikan service yang baik untuk customer, tetapi mereka tetap saja memberikan layanan seadanya. Setiap pagi saya mengumpulkan semua orang dan memberikan pengarahan mengenai apa yang harus mereka lakukan. Saya menekankan berkala-kali bahwa sebagai perusahaan yang bergerak di bidang jasa, kita perlu memberikan service yang baik kepada setiap customer yang datang. Rasanya saya sendiri juga bosan mengulang-ulang hal yang sama seperti itu setiap hari, tetapi tetap saya lakukan karena saya melihat mereka tidak melakukan apa yang saya instruksikan tersebut."

"..Sepanjang hari saya mengawasi mereka dari ruang kerja saya. Saya mencatat semua orang yang tidak memberikan pelayanan sesuai dengan standard yang telah ditetapkan. Saya katakan pada mereka bahwa saya mengawasi mereka dan pada sore hari saya kumpulkan kembali semua orang untuk mengevaluasi pelayanan yang mereka berikan pada hari itu. Saya bacakan kesalahan-kesalahan yang dilakukan di hadapan semua orang agar yang bersangkutan malu dan tidak mengulanginya lagi. Tetapi semua itu sia-sia, mereka tetap saja memberikan layanan seadanya. Saya lelah, namun sebagai manager saya dituntut untuk selalu memantau dan meningkatkan kinerja karyawan saya. Apalagi yang harus saya lakukan..?"

Beware the Perfect Job Candidate



Why is a lack of awareness of one's limitations a mark of poor performance? Compare a schoolyard bully with ten years experience picking on smaller kids, with a black-belt martial artist of the same age, with ten years serious training and several championships to his name. If asked in an interview about the weaknesses of his fighting technique, the bully is likely to respond, "What's it to you?" The martial artist, in comparison, is able to describe a long list of specific imperfections.  "When I front kick, sometimes I drop my weight forwards when I'm placing my foot back on the ground, instead of keeping my balance." "Sometimes I overextend when I punch." The bully might have these same flaws, but would not be aware of them, or understand why they are important.

Senin, 30 Maret 2015

Just Being Happy Can Be Complicated

The pursuit of happiness can be misguided or make you sick.



It’s understandable why people would want to be happier. And in order to find happiness, numerous self-help books will tell you exactly what to do, how to do it, and how often to do something. But happiness can be an elusive goal.

Researchers have found that valuing happiness might be self-defeating, since the more you value happiness the more likely you might be to experience disappointment when you’re not happy (Mauss, Tamir, Anderson, & Savino, 2011). Essentially, people who highly value happiness may set standards for it that are hard to achieve, and when people cannot obtain the standards that they have set for themselves they are bound to be disappointed (Mauss et al., 2011). Thus, in the case of wanting happiness, these researchers conclude that people may feel worse off the more they want it, and that valuing or overvaluing happiness can possibly lead you to be less happy, even if happiness is within your reach.

Whether or not you think you should be happier may depend upon your subjective assessment of what happiness is for you. What defines happiness differs among people. For example, how you measure your own happiness in relation to the obstacles you presently face may be influenced by your culture and socioeconomic status. Being privileged may interfere with your happiness rather than protect it. If you grew up most often having your needs met because your family had money, status, or power it’s likely that your perception of your interpersonal influence and your ability to control your environment is much greater than a peer whose family had low socioeconomic status and therefore learned to adapt to circumstances (Cohen, 2009; Snibbe & Markus, 2005). When preferences are unavailable and the potential for disappointment is high, people of high socioeconomic status who have learned to value control and a sense of agency tend to be more upset than people from a culture of low socioeconomic status who value flexibility, integrity, and resilience (Cohen, 2009; Snibbe & Markus, 2005). Therefore, depending upon your perspective, not getting what you want may result in frustration and disappointment, or it can be an opportunity to employ your skills at adaptation.

Primarily in Western culture, emotions that are uplifting, such as joy, elation, amusement, or gladness, are considered to be positive and are associated with individual success, good health, and high self-esteem. Although Westerners may assume that all people should strive to experience more positive emotion in their lives, this may not be the case for other cultures, according to researchers Janxin Leu, Jennifer Wang, and Kelly Koo (2011). They point out that in many Asian cultural contexts happiness may be associated with negative social consequences, such as jealousy in others. The goal may be moderation of positive emotion, instead of maximization, in cultures informed by the Buddhist belief that pure pleasantness is impossible to attain or can lead to suffering.  The researchers found that culture makes a difference in the role that positive emotions play in mental health, and that positive emotions may not be as positive for Asians as for European Americans.Therefore, emotion moderation through balancing positive and negative emotions may be a cultural goal in Asian contexts, but in Western contexts maximizing positive emotions may be a cultural goal.

S O P



Ini adalah salah satu kalimat paling popular diantara kita;”Jika bisa di bikin sulit, mengapa dibuat mudah…?” Awalnya kita hanya menganggap itu sebagai sindiran. Lalu berubah menjadi guyonan. Kemudian berevolusi menjadi kebiasaan yang menggoda kita untuk melakukannya juga. Maka tidak heran jika semakin hari, semakin jarang kita temukan orang-orang yang melayani dengan semangat untuk memudahkan urusan orang lain. Cobalah ingat-ingat kembali, mana yang lebih banyak Anda rasakan; pelayanan yang memudahkan urusan Anda atau sebaliknya?

Istri saya memiliki pengalaman menarik. Suatu ketika dia menemani ibunya untuk kebutuhan pelayanan kesehatan di tempat yang jauh. Dia sudah membawa ibu kami ke berbagai tempat, sehingga mempunyai referensi pelayanan dari pengalaman sebelumnya. Di tempat terakhir ini, dia mendapatkan pengalaman berbeda. Sebagai orang baru dia tidak mengenal budaya setempat. Bukan itu saja, beberapa kelengkapan administrasi tidak terbawa pula. Apa yang terjadi? Dia diminta untuk duduk di ruang tunggu, sedangkan ‘semua urusan’ ditangani oleh seseorang yang melayaninya di tempat itu. “Kenapa sih tempat kita sendiri aku tidak menemukan pelayanan seperti ini?” begitulah kalimat yang dilontarkannya. Jawabannya sederhana saja; kita tidak terbiasa untuk memudahkan urusan orang lain. Bagi Anda yang tertarik untuk menemani saya belajar memudahkan urusan orang lain, saya ajak untuk memulainya dengan menerapkan 5 prinsip Natural Intellligence berikut ini:

Why Intelligent People Get Stuck


My friend Tucker is one of the funniest, most incisive people I’ve ever met. Ever since he graduated from a prestigious university 15 years ago, he’s thrived in the intellectual circles of New York City, where his easygoing charm has won him friends in every branch of the arts.
In almost every way his life was a success. But career-wise, he was in the deep freeze. Having quickly landed a low-level job with a prestigious publishing company soon after graduation, he languished in the same job. What he really wanted was to be a professional illustrator, but he’d had to get by doing clerical work as his creative-minded peers rose up through the ranks at magazines and advertising agencies.
What went wrong? In a word, fear. Tucker was such a star in his academic program at school that he had come to see himself as a person destined for extraordinary achievement. That self-conception made it impossible to move forward. If he tried to reach for the brass ring and failed, his self-conception would be punctured, a loss that he wouldn’t be able to bear.
Or so he thought. In reality, trying and failing would be painful, but not catastrophic. In fact, as Daniel Gilbert writes in Stumbling on Happiness, people who suffer great misfortunes in life often walk away feeling happier and more appreciative in the long term.

Senin, 23 Maret 2015

Cara Membangun Hubungan yang Kuat Pada Team

Membangun team yang solid dan perform adalah kunci keberhasilan. Seaorang leader harus memahami fase tumbuh-kembang tim sejak team terbentuk dan mengerti apa yang harus dilakukan pada sisi leadershipnya pada tiap fase tersebut. Di samping itu, Leader haruslah mengerti bagaimana membangun hubungan yang kuat dengan teamnya.

Membangun team bukanlah pekerjaan yang terlalu sulit, namun tidak juga gampang. Tugas ini ada pada seorang manager / leader. Team yang solid dan kuat akan menghasilkan performa yang tinggi. Bisa jadi tugas membina team adalah salah satu tugas terpenting seorang manager / leade. 

Workaholic: Dapat Merusak Karir Anda?

Netty Delima, EXPERD Consultant
Dalam era yang semakin kompetitif ini, banyak yang menempatkan pekerjaan sebagai hal yang terpenting dalam kehidupan. Seperti yang dialami oleh Sinta (28), seorang karyawati di sebuah perusahaan multinasional terkemuka. Ia memulai karirnya dari entry level tiga tahun yang lalu. Baru seminggu ini ia diangkat sebagai supervisor yang memiliki beberapa anakbuah. Prestasi yang dicapainya ini tentu saja ia peroleh dengan kerja keras, karena persaingan yang cukup tinggi dengan karyawan lainnya. 

Selain merasa bangga, ia juga semakin terpacu untuk memberikan performance yang lebih memuaskan. Kalau biasanya ia masih dapat menikmati akhir minggu dengan jalan-jalan di mal, kumpul-kumpul dengan keluarga atau olahraga, kini ia rela untuk lembur di kantor. Malam minggu ia habiskan untuk menyelesaikan tugas-tugas kantor, dan tidak jarang pula ia membawa sebagian pekerjaannya ke rumah. Dengan tugas dan tanggung jawab yang semakin banyak, ia sering merasa kekurangan waktu untuk menyelesaikan tugasnya. Kadang-kadang, saat makan siang pun ia masih tetap memikirkan pekerjaan.

Senin, 02 Maret 2015

the real human best friend



Every human being needs a best friend. Menurut pendapat Anda, apakah itu betul? Saya kira iya. Kita semua mendambakan untuk memiliki sahabat dalam hidup kita. Sekarang cobalah ingat-ingat kembali tentang sahabat-sahabat yang pernah Anda miliki. Lalu pilihlah siapakah diantara mereka yang layak mendapatkan gelar sebagai sahabat terbaik bagi Anda. Jika Anda sudah memilihnya, lalu tanyakan kembali; mengapa dia bisa disebut sebagai sahabat terbaik bagi Anda?

Saya lahir dan dibesarkan di daerah pertanian yang masih dilingkupi suasana alam bebas. Ayah saya memiliki berbagai hewan ternak yang harus dijaga siang dan malam. Oleh sebab itu, kami memelihara beberapa ekor anjing. Kami sepenuhnya sadar jika banyak orang yang menilai buruk kepada anjing. Namun diantara sejumlah sisi buruk itu, kami menemukan banyak sisi baik yang mengagumkan. Bahkan, anjing memperlihatkan banyak kualitas positif yang diabaikan oleh manusia. Padahal, mestinya sih manusia yang memiliki semua kebaikan itu. Bagi Anda yang tertarik menemani saya belajar tentang kebaikan dari perilaku anjing; saya ajak untuk memulainya dengan memahami 5 sudut pandang Natural Intelligence berikut ini:

1. Tutur kata yang baik selalu mendapat tempat yang baik
Kualitas seekor anjing dinilai dari gonggongannya. Bahkan sekalipun Anda tidak memiliki anjing, Anda bisa membedakan gonggongan bernada mengancam dengan gonggongan yang hangat bersahabat. Manusia juga sama. Kita menilai seseorang dari apa yang diucapkan oleh lidahnya. Kita cenderung menyukai orang-orang yang memiliki tutur kata santun dan sopan. Sebaliknya, kita tidak terlalu nyaman berkomunikasi dengan mereka yang kasar dan arogan. Maka pantaslah jika orang tua kita menasihatkan untuk senantiasa menjaga lisan. Karena lisan sering ‘menentukan nasib’ seseorang. Meski para pemilik anjing cenderung menyukai gonggongan anjing mereka sendiri, namun mereka pun mengakui jika anjing orang lain mempunyai gonggongan yang lebih baik dari anjing miliknya. Meskipun manusia memiliki banyak perbedaan dan cenderung menyukai pendapat kelompok masing-masing, namun setiap orang memahami ‘bahasa universal’ yang berisi pesan-pesan tentang kebaikan. Makanya, ketika Anda menyuarakan pesan kebaikan, pasti kebanyakan orang menyukainya. Mereka tidak mempertanyakan agama Anda apa, atau jumlah uang Anda berapa. Karena setiap tutur kata yang baik, selalu mendapat tempat yang baik, dihati orang-orang baik.

Senin, 02 Februari 2015

Peraturan yang sulit bagi dokter asing untuk bekerja di Indonesia. Siapa yang diuntungkan?

by Dr Tony Setiobudi BMedSci, MBBS, MRCS, MMed (Ortho), FRCS (Ortho)

Photo by dr Indrawan E,SpOG

"Ada peraturan pemerintah yang menguntungkan rakyat dan negara. Ada peraturan pemerintah yang menguntungkan segelintir orang"

Semua negara mempunyai kedaulatan. Negara membuat peraturan untuk melindungi negari sendiri dari pengaruh dan gangguan negara-negara lain. Baru-baru ini Indonesia memperketat perlindungan perbatasan laut. Kapal asing yang masuk perairan Indonesia secara ilegal akan ditindak dengan tegas. Ini adalah contoh dari peraturan dan tindakan yang menguntungkan negara.

Indonesia mempunyai ekonomi terbesar no 1 dan GDP per kapita no 5 di Asia Tenggara. Seharusnya kita memiliki standar yang tinggi dari segi pelayanan medis, setidaknya sebanding dengan Malaysia dan Thailand. Kita memerlukan infrastruktur medis kelas dunia dan tenaga kerja yang handal. Infrastruktur kelas dunia dapat dibangun asal ada dana. Tenaga kerja medis kelas dunia dapat dikembangkan tapi membutuhkan waktu dan komitmen yang tinggi. Ini memerlukan perubahan radikal dalam pola pikir (dari pola pikir yang mengutamakan kepentingan diri sendiri ke pola pikir yang mengutamakan kepentingan masyarakat). Salah satu cara untuk membangun tenaga kerja medis kelas dunia adalah dengan mengundang dokter asing yang berkompitensi tinggi untuk transfer teknologi dan pengetahuan.

Senin, 26 Januari 2015

Succes By Positive Visualisation

by Yodhia Antariksa


Ketika anda membayangkan sesuatu melalui pikiran, kira-kira apa yang terpancar dalam benak anda : apakah anda membayangkan sebuah pencapaian, apresiasi dan kemenangan atau sebaliknya, kegagalan dan keterpurukan? Sejumlah riset menunjukkan bahwa ternyata visualisasi memberikan pengaruh kuat terhadap kinerja kita. Ketika imajinasi kita selalu dihantam oleh bayangan keterpurukan dan pesimisme, maka jaringan otak kita perlahan-lahan akan mendorong kita untuk benar-benar mengalami keterpurukan.

Sebaliknya, ketika kita selalu membangun bayangan positif tentang diri kita, maka kita sesungguhnya tengah memulai dan memperkuat “cara kerja yang sempurna” di dalam otak kita. Pada gilirannya, jaringan sel dalam otak ini akan mampu mendorong kita untuk juga meraih kesempurnaan dalam kinerja nyata. “The more we practice perfection through mental rehearsals, the stronger the neural pathways will become and the better we will perform when the time comes”, demikian ujar Kris Cole dalam risalahnya yang berjudul Positive Visualization.

Olahragawan dan atlet telah mengkhayal bertahun-tahun untuk menjadi sempurna. Dan pada kenyataanya, satu dari pemain golf dunia, Jack Nicklaus, menempatkan 50 persen kesuksesannya karena ia rajin membangun visualisasi positif.

Langkah Mengambil Keputusan Tepat & Akurat


Setiap hari kita dihadapkan pada keadaan yang menuntut kita untuk mengambil keputusan. Pengambilan keputusan tidak bisa dilakukan asal-asalan sebab keputusan kita saat ini akan mempengaruhi hidup kita di waktu yang akan datang. Memutuskan sesuatu yang penting bukanlah hal yang mudah. Apalagi jika keputusan tersebut merupakan keputusan yang menentukan gerak bisnis perusahaan. 

Bagaimana postur bungkuk (kyphosis) mempengaruhi kehidupan Anda sehari-hari?

by Tony Setiobudi in Ankylosing Spondylitis, Back pain, Kyphosis, Neck pain, Osteoporosis, Scoliosis and kyphosis, Spine surgery

"...Postur bungkuk dapat menyebabkan nyeri di otot dari leher ke betis dan kesulitan berjalan. Dengan penanganan yang benar postur bungkuk dapat dicegah, dihambat dan ditegakkan..."


AnkylosingSpondylitis
Gambar diambil dari: Little H. et al. Am J. Med 1976;60:279-285

Postur kyphosis juga dikenal sebagai postur bungkuk. Kondisi medis yang dapat menyebabkan postur bungkuk adalah proses degeneratif pada tulang belakang, ankylosing spondylitis, patah tulang, tumor dan infeksi di tulang belakang. Postur bungkuk terjadi secara perlahan-lahan. Postur kita ketika duduk, slouching dan membungkuk adalah postur yang menyebabkan kyphosis. Selain merupakan masalah kosmetik, postur bungkuk menyebabkan nyeri otot dan membatasi aktivitas sehari-hari.

Masalah yang terkait dengan postur bungkuk adalah kepala menonjol ke depan, ketegangan pada otot dada, ekstensor tulang belakang yang lemah, ketegangan pada leher, pinggul dan lutut yang tertekuk saat berdiri. Oleh karena itu orang dengan postur bungkuk mengeluh nyeri di leher, dada, punggung bawah, pantat, paha dan betis. Pasien dengan postur bungkuk yang parah mungkin mengalami kesulitan berjalan dan membutuhkan tongkat atau walking frame.

Senin, 19 Januari 2015

How to Be a Rising Star

By Judith Sills, Ph.D
Getting ahead requires crossing boundaries. Just beware of the electric fence.


There's an invisible sign posted at your office: Boundary! Cross at Your Own Risk.
One man simply ignores the sign. A former counselor, he makes a career leap to a Director's Guild training program and finds himself an internship at an independent film production company. Within weeks, he is the confidant of the executive producer. Within six months, he is mediating her disputes with senior staff and advising the crew on their romances.

Another worker, a woman, crashes against the boundary, protesting publicly when her boss alters her report to his own liking before he sends it on up the line. Seems she preferred her version; seems the invisible line of authority that gives her boss the power to make the change was not enough to hold her fury in check.

Both employees came up against the professional boundary dilemma—with varying success. In every organization, there exists dividing lines of behavior appropriate to different roles. But the keep-out sign isn't always marked; it's often very subtle and remarkably flexible, depending on everything from individual charm to organizational structure. As a result, many workers struggle with office problems that are boundary issues in disguise.

There's enormous value in making the line clearer for yourself so that you can walk it shrewdly. Knowing how and when to gracefully navigate boundaries that face upward in an organization isn't a requirement for success. But it can increase your access to inside information and open professional opportunities.

7 Jenis Motivasi


Motivasi bisa dianggap sebagai dorongan untuk melakukan sesuatu. Motivasi bisa bertindak sebagai bahan bakar yang memberikan Anda kekuatan untuk mewujudkan impian. Motivasi dapat membuat orang biasa melakukan tugas-tugas yang luar biasa. Individu yang berbeda merasa termotivasi melalui cara yang berbeda pula. Beberapa orang menyukai penghormatan dan memperoleh motivasi dari itu, sementara yang lain memakai uang sebagai faktor yang memotivasi. Motivasi diperlukan dalam profesional juga dalam kehidupan berkeluarga.

Kita mungkin tidak menyadari betapa banyak teknik motivasi yang bisa digunakan untuk memotivasi rekan kerja, karyawan, anak-anak, diri sendiri bahkan pasangan hidup kita, untuk membuat perubahan atau untuk “berjalan” pada arah yang benar. Berbagai jenis motivasi tentunya untuk berbagai jenis orang, yang pada dasarnya terdapat 7 jenis motivasi, seperti termuat dalam Lifemojo.

MENJADI MEDREP HANDAL

Medical representative, atau sering disingkat dengan nama Med-Rep, atau yang sering disebut Detailer. Profesi ini tugasnya “Menjual” atau mempromosikan produk obat dari perusahaan tempatnya bekerja kepada para dokter.

Persaingan di lapangan sangat ketat, terutama di Indonesia ada beratus-ratus perusahaan farmasi yang memproduksi obat dengan kegunaan yang sama. Detailer harus memeras otak agar produk laku “dibeli” atau diresepkan oleh dokter. Memeras otak dan tenaga telah menjadi pekerjaan sehari-hari, terutama bagi Med-Rep yang ingin maju. Kadang harus rela bekerja melebihi jam kerja karyawan lain, bila memang tuntutan pekerjaan mengharuskan . 

You DESERVE The PEOPLE That You HAVE (Bagian 2)

By James Gwee Thian Hoe, MBA


Dalam sesi sebelumnya, kita telah mendiskusikan alasan mengapa beberapa perusahaan nampaknya tidak dapat merekrut (menarik) karyawan berkualitas.

Saya berharap Anda telah memiliki kesempatan untuk melihat perusahaan Anda dengan baik dan jujur untuk mengenali masalah yang sebenarnya. Langkah pertama untuk memecahkan masalah adalah mengenali masalah dengan benar ! Sekali kita dapat menemukan masalah dengan tepat, kita dapat mulai untuk mengambil tindakan perbaikan. Kita sedang mendekati bulan puasa - kesempatan terbaik bagi setiap orang untuk membebaskan diri dari kesibukan dan mengintropeksi diri.

Pada sesi ini, kita akan mendiskusikan mengapa beberapa perusahaan mampu menarik staf berkualitas, tetapi nampaknya tidak mampu untuk mempertahankan mereka !

Ingat, tujuan dari kedua sesi ini adalah untuk memberikan sebuah daftar beberapa kemungkinan penyebab masalah susunan kepegawaian yang umum terjadi sehingga jika Anda menghadapi masalah yang serupa, Anda dapat menggunakannya sebagai sebuah daftar introspeksi, dan untuk melakukan perbaikan yang diperlukan.

Senin, 12 Januari 2015

Mengapa orang Indonesia berobat ke luar negeri ?

by Dr Tony Setiobudi BMedSci, MBBS, MRCS, MMed (Ortho), FRCS (Ortho)

Photo by dr Indrawan E,SpOG
"...60% dari pasien di Mount Elizabeth Hospital, Singapore berbicara Bahasa Indonesia. Ini adalah kejanggalan yang luar biasa. Something not right with the healthcare system in Indonesia..."

Banyak orang dari penjuru dunia pergi ke luar negeri untuk mencari pengobatan medis. Ini termasuk orang-orang dari Amerika Serikat, Inggris, Australia, Timur Tengah, Indonesia, Myanmar, Laos dan Kamboja. Aktifitas ini disebut MEDICAL TOURISM. Jika Anda datang ke Mount Elizabeth Hospital, Singapore, dan Anda mendengar 60% dari pasien berbicara Bahasa Indonesia. Ini adalah kejanggalan yang luar biasa. The chance is that there is something wrong with the health care system in Indonesia.

SUKSES MEDICAL REPRESENTATIVE = SUKSES SUPERVISOR


Kali ini saya akan membahas bagaimana hubungan dan cara kerja antara seorang Area Manager atau Supervisor dengan bawahanya, Medical Representative.

Bagi mantan Medical Representative pasti akan mengatakan kalau profesi ini adalah ujung tombak pemasaran yang bertemu dengan para dokter penulis maupun calon penulis resep produk kita. Biasanya para mantan medreps akan berbangga kalau dirinya sebagai orang penting diperusahaan. Apalagi bagi yang telah meningkat karirnya menjadi supervisor ataupun bahkan manajer lapangan. Seringkali ada anggapan kalau perusahaan “menggantungkan sebagian nasib penjualan” kepada ujung tombak tersebut. Ada benarnya juga, karena sebagian penjualan yang terjadi adalah karena keterampilan para medical reps nya. Sebagian lagi karena faktor yang lain. Misal dengan bantuan aktifitas pemasaran seperti iklan di jurnal, round table discussion, siang / malam klinik, seminar maupun simposium, sponsorship pengembangan ilmu kedokteran untuk menghadirkan KOL ke kegiatan ilmiah di luar negeri dan lain sebagainya. Walau begitu kegiatan Med-Reps sepertinya tak dapat digantikan oleh yang lain.

You DESERVE The PEOPLE That You HAVE (Bagian 1)



Bulan lalu setelah seminar di Semarang, seorang wanita mendekati saya diakhir seminar dan menceritakan masalahnya. Dia berkata "James, saya sangat kecewa karena tidak memiliki staf yang berkualitas. Staf yang berkualitas sulit didapatkan dan ketika sudah mendapatkannya, mereka hanya bekerja beberapa bulan dan kemudian pindah. Saya letih dengan keadaan seperti ini, seakan tiada akhir. Mengapa bisa terjadi seperti ini ?"

Pada saat itu, saya benar - benar merasa simpati dengan wanita itu karena beberapa tahun lalu ketika menjadi seorang direktur muda di Singapore, saya menghadapi masalah yang sama. Saya mengeluhkan masalah itu kepada ayah saya. Ayah saya adalah seorang businessman dan seorang direktur perusahaan. Jadi saya yakin dia dapat memberikan beberapa nasehat bagus tentang bagaimana menarik dan mempertahankan orang yang berkualitas. Pada saat itu, dia sudah pensiun. Ketika saya menceritakan masalah itu, ia bahkan tidak menoleh dari koran yang dia baca. Selama membaca, tanpa perlu berhenti untuk berpikir, tanpa menunjukan rasa ketertarikan ataupun perhatian, dia berkata "Kamu pantas mendapatkan orang yang kamu punya". Pada hari itu, ayah saya memberikan satu pelajaran terpenting dalam hidupku.

Three keys to identifying your best career



"Have the courage to follow your heart and intuition. They somehow already know what you truly want to become. Everything else is secondary.”
– Steve Jobs

Do you love what you do? Most Americans don't. According to CareerFinders.com, four out of five Americans do not have their ideal jobs. It's not always easy to do what you love for a career, but it's definitely possible. Some of us are told from a young age to follow the expectations of family and society rather than to investigate one's own horizons. This can lead to professional success, at the expense of meaning and fulfillment. My private coaching clients, including many who make six digits a year in prestigious positions, often disclose to me privately an "emptiness" inside. "I make over $200,000 a year, so why am I so unhappy?" one confided.

How do you find your best career? Consider the following quote by Joseph Campbell:
"When you follow your bliss... doors will open where you would not have thought there would be doors, and where there wouldn't be a door for anyone else."

Senin, 05 Januari 2015

Teknik Memasarkan Diri Secara Efektif

by Theresia Maharini, EXPERD Consultant

Aturan tak tertulis yang berbunyi bekerja sebaik-baiknya, tidak usah banyak omong, pasti boss tahu kerja keras kita dan penghargaan setimpal akan didapat, tampaknya sudah nyaris usang. Sekarang ini justru fenomena yang tampak adalah bahwa mereka yang pandai berkomunikasi, banyak kontak ke segala penjuru di organisasi, serta pandai memikat hati banyak pihak bisa lebih cepat melejit dibandingkan mereka yang tipe kutu buku namun cenderung kuper. Walau contoh yang terakhir belum cukup komplit tanpa ketrampilan teknis yang memang bisa diandalkan, namun mereka yang diam seribu bahasa sudah pasti tenggelam dalam persaingan karir. Sebetulnya bagaimana sih seluk-beluknya memasarkan diri di tempat kerja ?

The Increasing of Level of Consciousness

By H.R. Sofuan M

Photo: journal-pano_23670 by macrj Flickr
Memahami Spirit untuk Menaikkan Kesadaran

Buku-buku  seperti Alchemist dan Power of Now, menjadi bacaan yang sangat digemari belakangan ini. Kedua buku tersebut pada mulanya kurang diminati. Saat diluncurkan keduanya hanya terjual beberapa ratus eksemplar saja. Bahkan buku Power of Now karangan Ekhardt Tolle, menurut pengarangnya sendiri, saat pertama diluncurkan, tahun 1998, menyapa pembacanya melalui mulut ke mulut dan Ekhardt mengantar sendiri beberapa eksemplar bukunya ke toko-toko kecil di Vancouver, Kanada. Dan ketika Oprah Winfrey terpengaruh oleh buku tersebut, pertumbuhan penjualannya pun meledak.

Demikian juga buku Alchemistnya Paulo Coelho. Saat pertama diluncurkan, sangat sepi peminat. Tapi sejak tahun 2003, buku tersebut laris manis bak pisang goreng.

Selain kedua buku tersebut, buku-buku lainnya seperti Journey of the Soul, Conversation with God, dan sebagainya, yang berhubungan dengan masalah spiritualitas dan tingkat kesadaran, juga menjadi buku-buku populer yang sangat diminati.

Kedokteran : Profesi yang Mulia atau Industri Bidang Penyakit dan Penderitaan Pasien?

by Dr Tony Setiobudi BMedSci, MBBS, MRCS, MMed (Ortho), FRCS (Ortho)

Kedokteran muncul dari simpati primal manusia dengan manusia; dari keinginan untuk membantu mereka berkesedihan, berkebutuhan dan berpenyakit.

Banyak dokter memiliki hati yang baik. Ini tidak berarti bahwa semua dokter berhati baik. Beberapa dokter sudah tidak baik sejak awal. Beberapa dokter mulai dengan hati yang baik, tetapi berubah menjadi lebih buruk di perjalanan. Seperti di semua bidang, ada beberapa apel busuk (bad apples) di kedokteran juga. Ada yang tamak. Ada yang hatinya beku dan kehilangan sentuhan kemanusiaan.

William Osler, bapak kedokteran modern mengatakan dengan indah “Kedokteran muncul dari simpati primal manusia dengan manusia; dari keinginan untuk membantu mereka berkesedihan, berkebutuhan dan berpenyakit.”


Ketika kita melihat orang sakit dan menderitaan, adalah naluri manusia untuk menolong mereka. Jika kita melihat seorang anak jatuh di depan kita, kita akan dengan spontan ingin membantu dan menghibur anak itu. Kita tidak mengirim tagihan ke si orang tua untuk membayar layanan kita. Bahkan, jika si orang tua menawarkan bayaran, kita akan menolak. Beberapa dari kita malah tersinggung karena cinta-kasih kita tidak dapat diukur dengan uang.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...